PENYELAMATAN TERUMBU KARANG ADALAH TANGGUNGJAWAB KITA BERSAMA
Indonesia
merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas
terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2.
Hal tersebut membuat Indonesia
menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa
ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik
hanya sekitar 6,2%. Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada ekosistem
terumbu karang alami. Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu
karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora (CITES), namun laju eksploitasi terumbu
karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya.
Hal itulah yang mendasari Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) antusias menyambut
dan berperan serta pada Pertemuan global pertama di dunia terkait pengelolaan
terumbu karang, yaitu World Coral Reef Conference (WCRC) 2014 yang dihadiri
setidaknya 200 peserta dari 100 negara yang mewakili unsur pemerintah,
organisasi regional dan internasional, NGO, serta para ilmuwan dan akademisi.
Presiden Republik Indonesia diagendakan akan membuka konferensi tersebut
pada tanggal 16 Mei 2014 di Grand Kawanua International City (GKIC) Manado.
Kegiatan bertaraf internasional WCRC
ini diselenggarakan pada tanggal 14-17 Mei 2014 di Manado dimaksudkan sebagai
ajang untuk mempertemukan berbagai perspektif, disiplin ilmu, dan keahlian yang
berbeda untuk mempromosikan sebuah konvensi internasional tentang terumbu
karang.
Hadir dalam Kegiatan WCRC Dewan Menteri
Segitiga Terumbu Karang (CT-COM) yaitu Indonesia, Malaysia, Papua New Guini,
Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste, menghadiri Konferensi Terumbu
Karang Dunia di Manado, Sulawesi Utara,
Keenam negara itu adalah anggota dari Coral
Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF)
atau Prakarsa Segitiga Terumbu Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan dan
Ketahanan Pangan, sebuah kerjasama multilateral yang dibentuk pada tahun 2009
untuk menanggulangi ancaman terhadap sumber daya pesisir dan laut di wilayah
yang dianggap sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia.
Saat ini, 6 negara yang tergabung dalam
CTI memiliki jurisdiksi atas wilayah perairan laut yang menyimpan 29 persen
populasi terumbu karang dunia dan memiliki tingat konsentrasi spesies karang
dan ikan tertinggi yang dapat ditemui di bagian mana saja dari seluruh dunia.
Penyelenggaraan WCRC diharapkan mampu
menghasilkan Komunike Manado (Manado Comunique) berupa kesepakatan untuk
menuju pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan. Selain itu diharapkan
dapat menghasilkan suatu rencana aksi negara pantai dalam penyelamatan
ekosistem terumbu karang, serta langkah-langkah aksi menuju konvensi
pengelolaan terumbu karang berkelanjutan.
Karena memang penyelenggaraan
konferensi ini merupakan respon atas rusaknya terumbu karang secara global,
yang menarik perhatian para pemimpin dunia untuk berperan serta dalam penanganannya.
Acungan jempol dan apresiasi penuh sebagai langkah nyata penyelelamatan terumbu
karang dunia tentunya.
Mengutip perkataan Direktur Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Sudirman Saad selaku Ketua
Pelaksana Panitia Nasional WCRC tahun 2014 bahwa Konferensi WCRC ini
diselenggarakan dengan beberapa tujuan. Pertama, untuk merumuskan upaya-upaya pemerintah dalam mengelola
terumbu karang dunia secara berkelanjutan. Kedua,
sebagai wadah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan
ekosistem terumbu karang lokal. Kemudian yang selanjutnya, ketiga untuk mengkaji kondisi terumbu
karang dunia dan kaitannya dengan peran laut dalam perubahan iklim global serta
pengelolaannya yang terkini dan dampaknya bagi kelangsungan usaha perikanan. Keempat, menghimpun dan merumuskan
nilai-nilai kebersamaan, menyamakan persepsi dan tujuan dalam pelestarian dan
pemeliharaan ekosistem terumbu karang oleh masyarakat. Selain itu Konferensi
ini juga bertujuan untuk menginventarisasi, kompilasi, sinkronisasi dan
menetapkan kebijakan serta tindakan nyata dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya terumbu karang
Sebagai rangkaian acara WCRC, akan diselenggarakan
pula International Blue Carbon Symposium (IBCS), World Ocean Business
Forum (WOBF), serta Extra Ordinary Senior Official Meeting (SOM) CTI-CFF
dan CTI – CFF Ministerial Meeting (MM). IBCS bertujuan untuk
menjembatani pertemuan antara peneliti dan pemangku kebijakan perihal blue
carbon dalam lingkup coral triangle region. WOBF bertujuan untuk
mempromosikan potensi dan peluang bisnis serta investasi kelautan dan perikanan
Indonesia di forum Internasional, serta tukar informasi pengelolaan bisnis yang
ramah terhadap lingkungan pesisir dan laut. Sedangkan SOM dan MM CTI-CFF
merupakan agenda kegiatan dari Prakarsa Segitiga Karang (Coral Triangle
Initiative/CTI).
Negara-negara di kawasan segitiga
karang berinisiatif membentuk Coral Triangle Iniative on Coral Reef,
Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) pada tahun 2007 dan telah diselenggarakannya
CTI-CFF Summit dan World Ocean Conference (WOC) pada tahun 2009
yang mana telah diupayakan kerjasama global dalam pengelolaan ekosistem terumbu
karang berkelanjutan, termasuk di dalamnya peningkatan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat. “Para ilmuwan dalam Coral Reef Symposium pada
tahun 2012 menyatakan bahwa terumbu karang telah mengalami penurunan kondisi
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. “Peran ekologi, ekonomi dan sosial
terumbu karang telah terancam terutama akibat aktivitas manusia yang
mengakibatkan sedimentasi dan polusi, pengrusakan habitat, serta overfishing.
Salah satu rekomendasi yang diharapkan dari pertemuan ini nantinya yaitu
menghimbau pemerintah agar berbuat sesuatu terkait pengelolaan terumbu karang yang
berkelanjutan”.
Di Indonesia dan Indo
Pasifik sendiri terumbu
karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun
Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu
kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat
di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar
luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di
perairan Maluku dan Nusa Tenggara.
Indonesia
merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan
negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara
lainnya. Bentangan terumbu karang yang
terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan molusca terdapat pada regional
Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.
Terumbu
karang secara umum dapat dinisbatkan
kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara
aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di
bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan
struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau
disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang
merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.
Dalam
peristilahan terumbu karang, karang yang
dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah
batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati
yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat
berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang
terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu
berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Kerangka karang
mengalami erosi dan terakumulasi menempel di
dasar terumbu.
Terumbu
karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena
cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah
permukaan laut. Beberapa tipe terumbu
karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak
bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem
terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan
memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Flash back pada kejadian perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan
global yang melanda perairan tropis pada tahun 1998 lalu dimana membawa dampak pemutihan karang (coral
bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama
peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan
Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Oleh
karena itu, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal,
yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga
memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi. Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi
cahaya oleh terumbu karang karena pada beberapa terumbu karang membutuhkan
cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis.
Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu
karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan
fotosintesis.] Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang
terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya. Hewan karang
sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu
tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).
Manfaat utama terumbu karang adalah sebagai tempat hidup ikan.
Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang
sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang
terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam
bidang pangan (ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), pariwisata/wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya,
penelitian/pendidikan. Dan manfaat tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang
disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai
sumber keanekaragaman hayati.
Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing
reefs adalah salah satu jenis
terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai
yang terletak di daerah tropis terutama di wilayah Indonesia. Terumbu karang
tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali). Jenis terumbu karang yang lain yaitu Terumbu
karang penghalang. Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier
reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh
dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.52 km ke arah laut
lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Contoh: Batuan Tengah (Bintan Kep Riau), Spermonde (Sulsel), Kepulauan Banggai (Sulteng). Dan
wisata bahari eksotik Indonesia yaitu Kepulauan Seribu (DKI Jakarta) dan Kepulauan Ujung Batu (Aceh) juga
memiliki terumbu karang yang masuk pada jenis terumbu karang datar atau gosong
terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga oleh masyarakat sebagai
pulau datar (flat island).
Begitu
indah karunia dan anugrah Tuhan untuk masyarakat Indonesia dalam bentuk terumbu
karang ini. Dan sudah banyak tentunya pendapatan yang didapat dari wisata
bahari terumbu karang ini. Namun apakah
kita sebagai manusia sudah menjaganya dengan sebaik-baiknya ????? Tanyakanlah
pada diri sendiri, dengan akal sehat dan hati nurani tentunya. Padahal tidak
bisa dipungkiri dalam kehidupan sehari-hari kita, tindakan-tindakan seperti membuang sampah
ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut,
Membawa pulang atau menyentuh terumbu karang saat menyelam (karena satu
sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang), Pemborosan air (semakin banyak
air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke
laut), Penggunaan pupuk dan pestisida buatan (seberapa pun jauh letak pertanian
tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhirnya
akan terbuang ke laut juga), Membuang jangkar
pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang
berada di bawahnya, Terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella, Penambangan, Pembangunan pemukiman, Reklamasi pantai, Polusi,, Penangkapan ikan dengan cara yang
salah (seperti pemakaian bom ikan, potas
dll) masih sering sekali kita lakukan.
Sehebat
dan sekeren apapun konferensi yang berkaitan dengan penyelamatan terumbu karang
dilakukan oleh Pemerintah Dunia, tidak akan berbuah apapun jika tidak diimbangi
kesadaran dan partisipasi masyarakatnya untuk merasa memiliki terumbu karang
tersebut sebagai bagian dari kehidupannya. Memulai dari hal-hal kecil saja
sudah sangat berarti seperti pemakaian alat tangkap ramah lingkungan, tidak
membuang sampah atau limbah beracun ke laut. Meski memang tetap berharap ada
keberpihakan stake holder kelautan dan perikanan baik pada tingkat Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengkampanyekan
Cinta Terumbu Karang tentunya pada masyarakat. Cukup simpel dan sederhana kan
???? Karena kalau bukan kita siapa lagi ???? dan kalau tidak dari sekarang,
kapan lagi terumbu karang diselamatkan dan dicintai keberadaannya????
http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang
http://www.antaranews.com/berita/432845/100-negara-hadiri-konferensi-terumbu-karang-global
Tidak ada komentar:
Posting Komentar