Rabu, 14 Mei 2014



PENYELAMATAN TERUMBU KARANG ADALAH TANGGUNGJAWAB KITA BERSAMA




Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat.  Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada ekosistem terumbu karang alami. Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), namun laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya.
Hal itulah yang mendasari Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) antusias menyambut dan berperan serta pada Pertemuan global pertama di dunia terkait pengelolaan terumbu karang, yaitu World Coral Reef Conference (WCRC) 2014 yang dihadiri setidaknya 200 peserta dari 100 negara yang mewakili unsur pemerintah, organisasi regional dan internasional, NGO, serta para ilmuwan dan akademisi.  Presiden Republik Indonesia diagendakan akan membuka konferensi tersebut pada tanggal 16 Mei 2014 di Grand Kawanua International City (GKIC) Manado.
Kegiatan bertaraf internasional WCRC ini diselenggarakan pada tanggal 14-17 Mei 2014 di Manado dimaksudkan sebagai ajang untuk mempertemukan berbagai perspektif, disiplin ilmu, dan keahlian yang berbeda untuk mempromosikan sebuah konvensi internasional tentang terumbu karang.
Hadir dalam Kegiatan WCRC Dewan Menteri Segitiga Terumbu Karang (CT-COM) yaitu Indonesia, Malaysia, Papua New Guini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste, menghadiri Konferensi Terumbu Karang Dunia di Manado, Sulawesi Utara,
Keenam negara itu adalah anggota dari Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) atau Prakarsa Segitiga Terumbu Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan dan Ketahanan Pangan, sebuah kerjasama multilateral yang dibentuk pada tahun 2009 untuk menanggulangi ancaman terhadap sumber daya pesisir dan laut di wilayah yang dianggap sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia.
Saat ini, 6 negara yang tergabung dalam CTI memiliki jurisdiksi atas wilayah perairan laut yang menyimpan 29 persen populasi terumbu karang dunia dan memiliki tingat konsentrasi spesies karang dan ikan tertinggi yang dapat ditemui di bagian mana saja dari seluruh dunia.
Penyelenggaraan WCRC diharapkan mampu menghasilkan Komunike Manado (Manado Comunique) berupa kesepakatan untuk menuju pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan. Selain itu diharapkan dapat menghasilkan suatu rencana aksi negara pantai dalam penyelamatan ekosistem terumbu karang, serta langkah-langkah aksi menuju konvensi pengelolaan terumbu karang berkelanjutan.
Karena memang penyelenggaraan konferensi ini merupakan respon atas rusaknya terumbu karang secara global, yang menarik perhatian para pemimpin dunia untuk berperan serta dalam penanganannya. Acungan jempol dan apresiasi penuh sebagai langkah nyata penyelelamatan terumbu karang dunia tentunya.
Mengutip perkataan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Sudirman Saad selaku Ketua Pelaksana Panitia Nasional WCRC tahun 2014 bahwa Konferensi WCRC ini diselenggarakan dengan beberapa tujuan.  Pertama, untuk merumuskan upaya-upaya pemerintah dalam mengelola terumbu karang dunia secara berkelanjutan. Kedua, sebagai wadah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan ekosistem terumbu  karang lokal. Kemudian yang selanjutnya, ketiga untuk mengkaji kondisi terumbu karang dunia dan kaitannya dengan peran laut dalam perubahan iklim global serta pengelolaannya yang terkini dan dampaknya bagi kelangsungan usaha perikanan. Keempat, menghimpun dan merumuskan nilai-nilai kebersamaan, menyamakan persepsi dan tujuan dalam pelestarian dan pemeliharaan ekosistem terumbu karang oleh masyarakat. Selain itu Konferensi ini juga bertujuan untuk menginventarisasi, kompilasi, sinkronisasi dan menetapkan kebijakan serta tindakan nyata dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang
Sebagai rangkaian acara WCRC, akan diselenggarakan pula International Blue Carbon Symposium (IBCS), World Ocean Business Forum (WOBF), serta Extra Ordinary Senior Official Meeting (SOM) CTI-CFF dan CTI – CFF Ministerial Meeting (MM). IBCS bertujuan untuk menjembatani pertemuan antara peneliti dan pemangku kebijakan perihal blue carbon dalam lingkup coral triangle region. WOBF bertujuan untuk mempromosikan potensi dan peluang bisnis serta investasi kelautan dan perikanan Indonesia di forum Internasional, serta tukar informasi pengelolaan bisnis yang ramah terhadap lingkungan pesisir dan laut. Sedangkan SOM dan MM CTI-CFF merupakan agenda kegiatan dari Prakarsa Segitiga Karang (Coral Triangle Initiative/CTI).
Negara-negara di kawasan segitiga karang berinisiatif membentuk Coral Triangle Iniative on Coral Reef, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) pada tahun 2007 dan telah diselenggarakannya CTI-CFF Summit dan World Ocean Conference (WOC) pada tahun 2009 yang mana telah diupayakan kerjasama global dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan, termasuk di dalamnya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. “Para ilmuwan dalam Coral Reef Symposium pada tahun 2012 menyatakan bahwa terumbu karang telah mengalami penurunan kondisi baik secara kuantitatif maupun kualitatif. “Peran ekologi, ekonomi dan sosial terumbu karang telah terancam terutama akibat aktivitas manusia  yang mengakibatkan sedimentasi dan polusi, pengrusakan habitat, serta overfishing. Salah satu rekomendasi yang diharapkan dari pertemuan ini nantinya yaitu menghimbau pemerintah agar berbuat sesuatu terkait pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan”.
Di Indonesia dan Indo Pasifik sendiri terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara.
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.  Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan molusca terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.
Dalam peristilahan terumbu karang,  karang yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.  Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Flash back pada kejadian  perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis pada tahun 1998 lalu dimana membawa dampak pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Oleh karena itu, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi.  Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang karena pada beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis.] Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya. Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).
Manfaat utama terumbu karang adalah sebagai tempat hidup ikan. Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan (ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), pariwisata/wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya, penelitian/pendidikan. Dan manfaat tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.
Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah salah satu jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis terutama di wilayah Indonesia. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali). Jenis terumbu karang yang lain yaitu Terumbu karang penghalang. Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Contoh: Batuan Tengah (Bintan Kep Riau), Spermonde (Sulsel), Kepulauan Banggai (Sulteng). Dan wisata bahari eksotik Indonesia yaitu Kepulauan Seribu (DKI Jakarta) dan Kepulauan Ujung Batu (Aceh)  juga memiliki terumbu karang yang masuk pada jenis terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga oleh masyarakat sebagai pulau datar (flat island).
Begitu indah karunia dan anugrah Tuhan untuk masyarakat Indonesia dalam bentuk terumbu karang ini. Dan sudah banyak tentunya pendapatan yang didapat dari wisata bahari terumbu karang ini.  Namun apakah kita sebagai manusia sudah menjaganya dengan sebaik-baiknya ????? Tanyakanlah pada diri sendiri, dengan akal sehat dan hati nurani tentunya. Padahal tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan sehari-hari kita, tindakan-tindakan seperti membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut, Membawa pulang atau menyentuh terumbu karang saat menyelam (karena satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang), Pemborosan air (semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut), Penggunaan pupuk dan pestisida buatan (seberapa pun jauh letak pertanian tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhirnya akan terbuang ke laut juga), Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya, Terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella, Penambangan, Pembangunan pemukiman, Reklamasi pantai, Polusi,, Penangkapan ikan dengan cara yang salah  (seperti pemakaian bom ikan, potas dll) masih sering sekali kita lakukan.
Sehebat dan sekeren apapun konferensi yang berkaitan dengan penyelamatan terumbu karang dilakukan oleh Pemerintah Dunia, tidak akan berbuah apapun jika tidak diimbangi kesadaran dan partisipasi masyarakatnya untuk merasa memiliki terumbu karang tersebut sebagai bagian dari kehidupannya. Memulai dari hal-hal kecil saja sudah sangat berarti seperti pemakaian alat tangkap ramah lingkungan, tidak membuang sampah atau limbah beracun ke laut. Meski memang tetap berharap ada keberpihakan stake holder kelautan dan perikanan baik pada tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengkampanyekan Cinta Terumbu Karang tentunya pada masyarakat. Cukup simpel dan sederhana kan ???? Karena kalau bukan kita siapa lagi ???? dan kalau tidak dari sekarang, kapan lagi terumbu karang diselamatkan dan dicintai keberadaannya????   

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang
http://www.antaranews.com/berita/432845/100-negara-hadiri-konferensi-terumbu-karang-global


                                                             



Tidak ada komentar:

Posting Komentar